Ibaratnya nih, di tulisan mungkin kita dapat menentukan happy ending dengan mudah, tetapi di kenyataan proses mendapatkan akhir yang bahagia itu adalah proses selama hidup kita. Bagaimana kita memperlakukan orang lain, bagaimana sikap kita kepada orangtua, banyak "bagaimana" yang harus kita perhatikan, karena di kenyataanpun, setelah menikah pasti ada masalah, nah tugas kita adalah menemukan solusi atas ijin Allah, jangan sampai masalah tertimbun selama berlarut-larut, di dunia nyata kejujuran dan saling percaya itu penting.
Mungkin di novel atau cerita fiktif lainnya, ada kisah si kaya dan si miskin, tetapi di kenyataan tidak sesimpel itu, ketika si kaya berubah menjadi si miskin, banyak terjadi culture shock disana. Dia harus bekerja ekstra keras demi cita-cita, dia harus membuktikan kepada sang penghina bahwa dia bisa, kadang cercaanpun tidak sedikit, lalu kadang dia harus menjawab pertanyaan-pertanyaan bodoh yang kadang menyakiti hatinya.
Tentu itu tidaklah gampang, dahulu dia biasa hidup dibawah naungan orang tua serba ada, dia selalu merasa aman kapanpun dan dimanapun, sekarang dia harus berjuang agar orang tua mereka bahagia di hari tua, dengan perasaan tidak aman setiap ada tamu berkunjung atau setiap dia di luar rumah, dia harus waspada setiap waktu dan dimanapun.
Begitulah kira-kira perbedaan fiksi dan nyata, kita sebagai manusia hanya bisa mengikuti alur Allah. Ibaratnya nih, orang seperti kita kalau tidak punya mimpi pasti akan mati. Maka itu kita wajib bermimpi, agar bisa melihat harapan sekecil apapun untuk bertahan, ini petuah untuk semua kalangan, si kaya, si miskin, si kaya yang menjadi miskin, si pintar, si yang berusaha untuk pintar, si berpendidikan, si yang ingin berpendidikan.
Sebagian dari hidup adalah mimpi, sebagian lagi terjemahan bebas atas mimpi.
No comments:
Post a Comment