Friday, December 30, 2011

Keikhlasan Tersenyum


Senyum adalah hadiah sang Maha Kuasa. Mewakilkan berbagai perasaan. Menghadirkan kebahagiaan. Menyembunyikan kepedihan. Senyuman juga dapat menghilangkan rasa lelah. Tersenyumlah, dengan tersenyum kita mensyukuri apa yang Maha Kuasa beri. Tersenyumlah, dengan tersenyum pula kita dapat membahagiakan orang lain. Bukan berapa senyum yang kita dapatkan, tetapi berapa seyum yang dapat kita berikan. Tersenyumlah :)

Kategori Foto SEGGER WANITA




new year's day dreaming

Aku jadi teringat ucapan ibu ku, beliau melarangku tidur setelah sarapan, karena hal itu tidak sehat. Namun, apa daya kebiasaan ku setelah makan adalah nge-tweet sambil tiduran. Entah apa uang merasuki ku, aku merasa amat sangat mengantuk, tanpa sadar pun aku ketiduran.
Aku yakin, ini seperti nyata. Aku bahkan sempat berkata 'apakah ini mimipi?', lalu orang di depan ku berkata 'tidak, ini nyata'. Ia mengucapkannya sembari tersenyum. Aku pun percaya ini bukan mimpi, begini ceritanyaa...
"cepetan, kita harus ngejenguk ... (aku lupa namanya)." kataku gugup.
"wi, aku mau ngomong bentar." tiba-tiba ada suara di depanku, aku pun menengokkan kepala ku yang semula menghadap ke belakang.
"ada apa?" tanya ku heran.
"ayo ikut saja." begitu katanya.
"sebentar saja ya." ucapku, karena saat itu kami semua sedang terburu-buru.
Aku di ajak ke sebuah taman dekat tempat tersebut, sangat asing bagi ku. Langit malam itu benar-benar indah, bintang-bintang bertaburan, hembusan angin yang bersahabat, rumput dan bunga-bunga seakan tersipu melihat kita berdua.

Aku terfokus dengan keadaan sekitar ku, sehingga tidak melihat yang dihadapan ku. Ia menggandeng tangan ku erat, lalu terhenti. Karena penasaran, aku melihat kearahnya,
"ada apa?" ia hanya tersenyum dan memandangi sesuatu. Aku pun mengikuti arah pandangannya.
"a..aa..aaa" aku terkejut, sangkin terkejutnya, aku hanya mengucapkan huruf A.

disitu ada kelopak kelopak bunga beterbangan, lilin-lilin yang dibentuk love..
lupa lanjutannya, yang jelas aku gak mau nginget, soalnya pasti akan sakit, it just part of my dream :)

Wednesday, December 28, 2011

One Sided Love


"Aaaa I was stalking over him again" gumamku lirih.

"Apaan sih? Pagi-pagi berisik banget." usik Mita.

"Oh I see, you took his picture again, didn't you?" tambahnya.

(aku mengangguk)

"Ayo bilang aja nih ke dia, toh dia kan baik." ucap Mita menyemangatiku.

(aku hanya menggeleng cepat)

"Apa salahnya si nyoba? Toh kalo ditolak, paling nangis." ucap Mita cuek.

(#jleb aku menunduk)

"Aku kaya ngomong sama tembok ya. Ayolaah you have to be strong, just confess to him that you fall inlove with him." paksa Mita.

"It's not that easy." jawabku singkat.

"It's easy, just try it! If he dare to reject you, I will kill him."

"Jangan gitu, aku gak mau pertemanan kita berakhir gitu aja ta." aku hanya menggeleng.

"Terus? Kamu mau selamanya kaya gini?" ucap Mita kesal.

"Ta, ini yang terbaik." ucapku sambil tersenyum.

"Senyum dusta!"

"Udah ah, gak usah dibahas. Lagi pula, dengan melihatnya aku sudah merasa bahagia." ucapku setengah bergumam.

"Eh, itu dia. Panjang umur banget ya." ucap Mita sebal.

"Ayu! Kemana aja sih!" Sahut laki-laki bertubuh jangkung itu ketus.

"Mana tata krama mu." Jawab ku sebal.

"Ini fotokopiannya. Makasih ya Ayumi." aku yakin dia mengucapkan itu sambil tersenyum.

"Jaa ne!" Ucap laki-laki berkulit coklat itu sambil melambaikan tangan dan pergi.

Aku dan dia tidak pernah akur, selalu bertengkar. Namun, cuma dia yang bisa membuatku tertawa, yang bisa membuatku menjadi diri sendiri. Aku menyukainya, tetapi ia telah mempunyai kekasih.

"cih!" jengkel Mita.

Mita anak yang baik, selalu membantuku saat tersesat dalam belenggu kehidupan ini. Dia agak kasar, blak-blakan, dan cuek. Namun demikian, dia tak bisa melihat orang lain kesusahan.

"emh?" gumam ku kebingungan.

"selamanya mau gituu ya ?"

"I don't have another choice."

"ayumi.. Ka..uu..!!"

Mita nampak kesal padaku, tetapi ia lelah dengan sifatku yang keras kepala nan lemah ini. 'maafkan aku Mita, aku juga tak ingin seperti ini' batinku.

Bel pun berbunyi, sepertinya tidak ada tanda-tanda guru masuk kelas. Aku meliriknya, dia adalah Kira Yamada. Lelaki yang sekelas denganku ini rambutnya lurus dipotong pendek, poninya yang berantakan jatuh ke alis. Namun, terlihat rapi. Lelaki yang menurutku memiliki senyum paling indah di dunia setelah ayahku ini pintar bermain biola. Hampir tak ada celah, mungkin ini hanya sudut pandangku saja. Dia pintar dalam semua mata pelajaran, terutama matematika. Aku sering bertanya padanya, hal itu dikarenakan matematika adalah kelemahanku. Entah mengapa dia malah sering pinjam catatanku.

Nilai ulangan akhir semester ganjil dibagikan hari ini, ya Allah aku harus bagaimana? Aku tidak begitu yakin dengan kemampuanku. Aku masuk jurusan IPA, sedangkan nilai eksak ku pas-pasan. Andai aku bisa mengulang waktu, aku ingin masuk jurusan bahasa.

Aku seorang gadis berusia 16 tahun, namaku Ayumi Shigure. Mama Papa ku bernama Chiaki dan Akira Shigure (baca: pertemuan singkat dan Akikaze). Mama ku bercerita, dulu cinta pertama Mama meninggal. Lalu, dalam keadaan depresi yang sangat berat Mama bertemu Akira Shigure, Papa ku. Papa ku tiba-tiba datang sebagai murid baru, tingkah lakunya seperti cerminan cinta pertama Mama. Hati Mama perih, tetapi merasa "Langit Musim Semi" itu hadir lagi dalam kehidupannya. Suatu saat, Papa mengatakan yang sejujurnya, bahwa ia adalah sahabat cinta pertama Mama, awalnya ia cuma ingin menguji Mama. Namun, cinta tumbuh di hatinya, ia pun menyatakan perasaannya dan meminta Mama melihatnya sebagai "Akira" bukan "Sora". Mama menangis galau, dan akhirnya menerima cinta Papa. Selesai kuliah mereka menikah. Dan lahirlah bayi mungil yang tak berdaya. Bayi itu adalah aku.

Aku tidak ingin memiliki cerita cinta seperti Mama yang begitu pedih. Namun, aku ingin mendapatkan lelaki sehebat Papa ku yang bisa membuat senyuman Mama kembali. Walaupun perjuangan Papa berat, ia tetap memperjuangkan Mama.

Ponselku bergetar, ternyata ada pemberitahuan dari twitter. Belakangan ini aku dekat dengan salah satu teman twitter ku, namanya Satoshi, ia sangat baik, dan berpendidikan. Sampai akhirnya kami bertukar nomor ponsel. Sebenarnya ini hanya alih-alihku supaya Kira sadar bahwa aku juga bisa membuatnya cemburu.

Kami, aku dan Satoshi, sangat akrab. Kami beberapa kali berjanji untuk bertemu, tetapi aku selalu mengacaukan semuanya. Aku yang sangat pemalu saat bertemu orang baru pun menjadi salah satu penyebab utama kegagalan "kencan" kita. Mungkin tidak bisa dibilang kencan, soalnya kami belum jadian, walaupun dia menyatakan berkali-kali bahwa dia menyukaiku. Entah mengapa, aku sulit menerimanya, aku pikir ini semua terlalu cepat, bahkan belum ada sebulan kita berteman.


-bersambung-

Draft

Tahukah kalian? banyak postingan ku yang selalu kumasukkan draft. Kadang aku tak percaya diri untuk mem-publish postingan tersebut. Aku juga sering kahilangan fokus untuk menulis. Untuk berkreasi. Sehingga semua yang kutulis selalu bersambung. Dan tidak ada lanjutan dari cerita tersebut.
Entah penyebabnya apa, aku tidak bisa konsentrasi pada satu cerita. Aku mencoba mengubah postingan ku menjadi berbahasa inggris dan jepang, tetapi aku merasa ini bukan diriku.


Holiday isn't that sweet

Seakan mengalami kehampaan yang mendalam, aku bahkan tak mengerti apa yang terjadi pada diriku ini. Langit yang selalu kupandangi itu tak lagi cerah, langit mendung seakan mengusiknya dari bumi ku tercinta. Dulu, walaupun hujan turun, langit biru menemaninya. Namun, sekarang berbeda, hujan turun, langit terisolasi, sehingga hanya kabut hitam yang tampak disekitarku. Ada apa denganku? aku bahkan tidak punya ide untuk menulis, untuk bercerita, untuk menuangkan segala isi kepala ku dalam sebuah tulisan. Kadang aku merasa kesepian. Hey, aku bukan anak kecil yang akan menangis karena satu butir permen ataupun balon. Aku 17 tahun, yang entah mengapa menjadi angka keramat bagiku. Secara mental aku tidak siap, aku tak siap menjadi dewasa. Bukan berarti aku ingin hidup abadi atau apa, bukan. Aku merasa semuanya terlalu cepat. Cepat sekali.

Aku memang bukan tergolong orang yang dewasa, selalu kekanak-kanakan, bukan hanya sikap dan sifatku, pemikiranku pun sama halnya dengan anak kecil. Aku jarang memikirkan kedepan atau dampaknya. Gaya bahasa dan kehidupan ku berbeda, sangat berbeda. Mungkin bagi kalian yang membaca harianku ini akan berpikir "wah dewasa sekali orang ini". Kenyataannya tidak, aku pun tidak mengerti. Ketidakpastian selalu hadir, keraguan selalu menyelimuti hati yang galau. Entahlah, kadang aku merasa ingin punya seseorang yang berarti dalam hidupku selain orangtua dan kakak adikku.

Rencana liburan ku pun kacau, aku tidak tau. Sebenarnya aku bahagia, but everything is not like I wanted. Yeah I know, we can't be selfish forever and do what I want. Keinginanku liburan ini adalah belajar mengendarai mobil. Entah mengapa, aku kadang minder atau kurang percaya diri, ketika setiap orang bisa mengendarai transportasi, sehingga dapat bepergian semau mereka. Sedangkan aku hanya duduk di rumah. Aku juga ingin menerbitkan blogku menjadi sebuah novel. Inilah cita-citaku. Namun, semuanya tidak semudah seperti yang kita bayangkan. Kendalanya adalah diri ku sendiri, aku seakan terpengaruh aroma liburan. Kemalasan mungkin hal yang wajar bagi pelajar. Hal itu adalah kendala terbesarku.



Hati yang berkabut
photographed by Mom, object and edited by Hajar Intan Pertiwi


Thursday, December 22, 2011

Mother's day

hari ini adalah hari ibu, kita -mas syarif, aku dan yusuf- merencanakan kejutan kecil buat IBU tersayang.
Ibu mengajak kami -bapak, mas syarif, aku, yusuf- ke Kaligua. Hal ini dikarenakan kami selalu protes mengapa kami tidak bepergian selama liburan hehe.
Sayangnya mas syarif tidak mau ikut, katanya ada urusan. Padahal kita udah ngebuat rencana, mamas yang beli kue hari Ibu, selama kami di kali gua.

I love You MY WONDERFUL MOM

Monday, December 19, 2011

Tafakur Alam :)

Ini adalah tahun pertamaku mengikuti Tafakur Alam. Acara rutin untuk anggota IRMUBI ini sangat menyenangkan, tahun lalu aku masih malu-malu. Sehingga tidak mengikuti acara tersebut. Namun, sekarang aku adalah salah satu pengurus organisasi islam tersebut. Well, without too much words, I'll show you pictures that we got :)



Wednesday, December 14, 2011

YUI - To Mother

Datte anata itta janai
Namidagoe utsumuita mama

Uso mo tsukenakunattara
Ikite yukenakunaruyo to

Aisarete itai to omou kara
Donna itami datte
Waratte miseta ah ah

Kanashimi tte
Atashi hitori dake nara
Kotaerareru no ni

Yasashisa tte
Zankoku yo ne?

Kokoro made
Midareru mono

Zutto isshoni itai kedo
Kirai na toko ga fueru hibi

Nitamono doushi nanda yo ne?
Wakaru you na ki mo shitteru

Aishiaeru hito ga dekita no
Sonna hi ga kureba
Kawareru kana ah ah

Shi'awa sette
Mahou mitai ni
Kagaya itekurenai kedo

Nikushimi tte
Sasai na surechigai deshou?
Nakanaide

Taka ga unmei nante
Kaete yukerun datte
Utshi wo tobidashite yoru ni naita

Dare mo inai kouen no benchi de
Mukae ni kitekureru no wo matteita

Kanashimi tte
Yorisoeba toko to naku
Atatakakute

Yasashisa tte
Soba ni areba fu to
Umaete shimau mono

Nee
Shiawase yo
Tabun
Atashi

Anata ga
Itan dakara

Sunday, December 11, 2011

About Akikaze

hujan turun, imajiku bergejok dan mengamuk jika tidak di keluarkan dalam tulisan. Akikaze itu cerpe baru kuuuu, tiba-tiba hujan turun, aku mulai beraksi..
Aku memilih Akikaze sebagai judul karena cerpenku kali ini tentang angin musim gugur yang dingin dan menyayat. Di musim inilah kisah cinta Chiaki Ishikawa tumbuh dan melupakan langit musim semi yang menyakitkan.
Awalnya aku gak mau memperpanjang penderitaan Chiaki, tetapi para pembaca setia gue *sejak kapan -___-* pengen kisah chiaki gak nggantung. Akhirnya aku buat deh, ini gara-gara hujan. HUJAN sumber inspirasi keempatku setelah ALLAH dan Nabi Muhammad SAW. yang ketiga ya jelas langit dongss..


Akikaze, Kisah yang dipertemukan kembali oleh Takdir

Aku membuka buku diary usang itu lagi, berapa kalipun kumembacanya, ia tak akan pernah kembali. "Langit musim semi" ku telah pergi, pria bernama Sora Haruki itu takkan kembali. Mengapa takdir mempersingkat pertemuan kita? Satu hari yang sangat berharga, itulah yang selalu kukenang. Pertemuan dan perpisahan dalam satu hari, bolehkah kau mengulang pertemuan itu, Tuhan? Berkali-kali aku meminta ia tuk kembali, tetapi Tuhan berkata lain. Langit yang cerah dan penuh kehangatan itu tak bersamaku lagi. Sekarang musim gugur, entah sudah berapa musim kulalui. Namun yang kuingat hanya musim semi yang kelabu. Musim yang membuat kenangan dalam satu hari, yang mempertemukanku pada seorang pria dan yang memisahkanku dengan pria itu. Pagi ini adalah awal musim gugur, dingin sekali. Aku malas berangkat sekolah.

"Chi, sarapanmu sudah siap. Ayah membuat pan cake kesukaanmu Chi." ucap ayah sambil memasuki kamarku.

Aku hanya tersenyum. Lalu mengangguk.

"Kau tidak enak badan ya?" tanya Ayahku, seorang ayah yang harus menjadi ibu sekaligus ini sangat luar biasa.

"Aku tidak apa-apa, yah. Tunggu aku di meja makan, aku akan bersiap-siap." Jawabku sambil berusaha bangkit dari tempat tidur.

"Baiklah. Ayah akan membuatkan roti panggang."

Aku hanya membalas dengan senyum. Walaupun aku terlahir di keluarga broken home, bukan berarti aku menjadi orang yang tak beruntung. Kedua orang tuaku juga tidak ingin bercerai jika bukan karena keadaan. Ibu ku telah menikah lagi dan bahagia, sedangkan kakakku kuliah di Amerika. Aku senang mereka telah bahagia, dan aku cukup bahagia dengan Ayahku. Namun, kadang aku berpikir, "apa ayah tidak kesepian?". Aku mengurungkan niat untuk bertanya demikian. Aku takut menyakiti Ayah nomor satu seduniaku.

Setelah berganti pakaian, aku menuju ruang makan. Di sana terdapat meja kayu berbentuk persegi panjang, terdapat empat kursi. Namun, hanya dua kursi yang selalu kami pakai. Terkadang aku berkhayal, "Apa kita bisa kembali seperti dahulu? Duduk berempat, bercanda, tertawa. Saat-saat bahagia itu akan kembalikah?"  . Aku sadar itu hanya bayangan semu yang kuciptakan dengan imajinasiku, dan semua yang menghilang tak akan pernah kembali lagi. Kecuali ada yang menggantikannya. Aku tak akan pernah mau, jika Ayahku menikah lagi. Karena bagiku, Ibuku adalah segala-galanya. "Lalu, bagaimana dengan Ayah? Dia berhak bahagia, bukan?" pertanyaan itu membuatku membuka hati, kalaupun aku mendapat Ibu yang baru, aku tidak akan apa-apa, asal Ayah bahagia.

Ku pandangi raut wajah Ayahku, kerutan di wajahnya semakin banyak, wajah pekerja keras itu sangat tegas, tetapi juga begitu hangat. Ayah tak pernah memperlihatkan kecemasannya padaku, dia selalu berkata "Semua akan baik-baik saja, nak."  sambil tersenyum pernuh arti.

"Chi, ada apa? Dari tadi ngeliatin wajah Ayah mulu. Kenapa? Tambah ganteng ya? hahaha." canda Ayah memudarkan kecemasanku.

"hahaha Ayah bisa aja." aku tertawa dan duduk di sebrang Ayahku.

Kusantap roti panggang dan pan cake yang ayah buat. Tak lupa ku tenggak segelas susu sapi segar bagianku. Hari ini giliran Ayah memasak, di ruang makanku terdapat papan tulis kecil lengkap dengan kapurnya untuk menjadwal giliran siapa yang memasak dan membersihkan rumah setiap harinya. Makanan yang Ayah siapkan bersih tak tersisa. Setelah itu aku berpamitan pada Ayahku.

"Yah, Chi berangkat dulu yaa.." ucapku ceria.

"Ini bekalmu, hati-hati ya Chi."

"hai, arigatou otou-san." ucapku sambil tersenyum.

Kali ini aku berangkat menggunakan sepeda, ini sepeda rakitan Ayahku sebagai hadiah ulang tahunku yang ke-17. Ayahku serba bisa.

"Ohayou minna-san."

"Ohayou Chi-chi." sambut Miki dengan penuh semangat di pagi hari.

"Bagaimana dengan pagimu kali ini, Chi-chan?" aku dapat menebak suara pertanyaan ini, sudah pasti ini adalah Nana sang reporter kelasku. Aku bersyukur sekelas dengan mereka di kelas 3-2 ini. Mereka berdua, Nana dan Miki adalah sahabatku sejak kelas satu. Aku menyayangi mereka, mereka hadir di saat-saat beratku.

"Pagiku menyenangkan Nana, bagaimana denganmu?"

"Luar biasa dong !" sahut Nana riang. Senyum gadis itu sangat manis.

"Nana, kemari kau! Aku mau bicara.." ucap Miki tiba-tiba. Aku tak suka dengan raut wajah itu, seperti penuh kecemasan.

"Ada apa, Miki?" tanya Nana dengan alis mengkerut.

"Semoga kejadian enam bulan yang lalu tidak terulang ya.." ucap Miki setengah berbisik, tetapi aku masih bisa mndengarnya. Entah apa yang mereka sembunyikan dariku. Enam bulan yang lalu? Musim semi? Aku tak mengerti.

"Apa maksudmu?" Nana semakin penasaran dengan kalimat Miki.

"A..ada murid baru, Na. Dan dia pindahan dari kota yang sama dengan So..ss..sora .." ucap Miki ketakutan, wajahnya berkeringat. Aku mendengar nama Sora disebut, maksudnya apa? Mengapa mereka tak mau menceritakannya?

"APA??" Nana tersentak, aku yakin ini bukan suatu kabar baik. Namun, aku tak mau mencurigai Tuhan atau takdir-Nya. Aku lelah dengan semua ini, "apa kelak aku dapat berbahagia?" pertanyaan itu muncul di keningku setiap mengingat Sora.

"Ada apa, Miki?" tanya ku hati-hati.

"Everything is gonna be okay" senyum indah Miki membuatku tenang, tetapi rasa penasaran ini membakar dada ku. Aku membalas senyum Miki, bel tanda masuk sekolah pun berbunyi. Jantung ku berdegub kencang, entah ini pertanda baik atau buruk, kali ini aku percaya pada kata-kata Miki, "Everything is gonna be okay." aku harap begitu. Aku menarik nafas sekuat tenaga dan menghembuskan perlahan, aku berusaha menenangkan diri, Miki dan Nana melirik ke belakang dengan tatapan cemas. Aku tersenyum menandakan bahwa aku baik-baik saja.

Aku yakin Miki menyimpan rahasia murid baru ini karena mengkhawatirkanku, Nana yang biasanya selalu melontarkan pertanyaan selayaknya reporter pun terdiam. "Demi apa pun, aku tidak ingin kalian seperti ini. Aku sayang kalian, tolong jangan tahan diri kalian demi aku." kata ku dalam hati.

"Wah ada murid baru yah? Seperti tahun lalu ya? Sayangnya dia meninggal, padahal baru satu hari bersekolah. Semoga tidak terulang kembali ya." bisik teman-teman ku membuat dada ku tersayat-sayat.


"Sudah ah, tidak usah dibahas. Aku takut." sahut Nana, seakan-akan ia tak mau aku mendengar percakapan itu.

"Eh itu diaa, kakkoi.. Keren banget!" seruan anak laki-laki di kelasku terdengar jelas dan lantang. Ini seperti de javu, aku yakin sekali.

“Anak-anak, diam! Akira Shigure, silahkan kenalkan dirimu." jawab sensei Hiruma Nakamori. Kebetulan Nakamori sensei menjadi wali kelasku lagi, ini benar-benar de javu.

“Nama saya Akira Shigure, saya dari Tokyo. Saya pindah kesini, karena orang tua saya pindah kerja ke kyushu, saya sekarang tinggal bersama bibi dan paman saya. Saya rasa cukup, arigatou.."

"ka..ka..a..kalimat itu." aku tersentak, seluruh kelas menengok ke arahku.

"Ada apa Ishikawa-san?" tanya Nakamori sensei.

"Daijoubu desu."

"ucapannya, caranya bicara, semuanya s.a..sa..sama"  batinku.

"Kamu siapa?" mendengar Nana bertanya seperti itu, aku yakin Nana menyadari bahwa Akira Shigure mengatakan hal yang sama dengan Sora.

"Natsuoka-san, cukup. Simpan pertanyaanmu untuk jam istirahat. Haruki-san kau duduk disamping Chiaki Ishikawa. Ishikawa-san, tolong bantu Haruki-san dalam beradaptasi.” ucap sensei.

"u..u...ucapan sensei sama seperti enam bulan yang lalu."  pikirku. Sungguh, aku yakin, aku mengingat semua kejadian tentang Sora. Aku yakin. "Bagaimana mungkin aku lupa? kejadian itu hanya berlangsung satu hari" pikiranku melantur kemana-mana.

"Ishikawa-san? Kau baik-baik saja?" tanya dengan nada keheranan, lamunanku buyar dalam sekejap.

"Ha..hai, wakarimasu." aku berdiri lalu mengangguk.

"Eeh? Tunggu dulu, tapi kan pertanyaanku belum dijawab." eyel Nana.

"Sudah, sudah. Sensei harus pergi, karena ada rapat kedinasan, jadi kalian kerjakan halaman 50. Jangan berisik! Jangan ada yang keluar kelas, okay?" jelas sensei.

"Baik sensei!!" jawab kami serentak sambil menyembunyikan senyum dan rasa kegembiraan kami. Kali ini aku merasakan kejanggalan yang luar biasa, "ini cuma kebetulan kan?"  batinku ragu.

Sensei pun keluar kelas, saat sensei menutup pintu kelas, spontanitas seluruh murid di kelas berteriak,
"YATTA!! BANZAI BANZAI BANZAIIII!!" sensei hanya bisa mengelus dada dan tersenyum tipis.

Akira Shigure mendekatiku dan berkata sambil memberi hormat (read: membungkuk),
"Ishikawa-san, hajimemashite watashi wa Akira Shigure desu. Yoroshiku onegai shimasu. Mohon bantuannya"

"Demi Tuhan, siapa kau?" Aku berdiri dan membalas hormatnya, aku tak memberikan sepatah katapun, karena aku bingung mau ngomong apa. Tersenyumpun tidak. Lalu dia duduk di sebelahku.

Aku tidak menawarkan buku catatanku seperti yang aku lakukan pada Sora, aku takut. "Tulisan Akira Shigure sama bagusnya dengan Sora. TIDAK! Mereka berbeda. Chiaki! Jangan samakan dia dengan Sora. Kau bahkan belum mengenalnya."  jengkelku pada diri sendiri. Dia terlihat keheranan, "astaga, ekspresi itu. Sungguh, aku bisa gila.."

“Ada apa Ishikawa-san?” tanyanya ragu-ragu.

“Lupakan.” Jawabku acuh.

“Emm, boleh aku memanggilmu Chiaki-san?.”

“Ya, terserah kau.”

“Kalau begitu kau panggil aku Akira, okay?”

Aku tak menjawab. Semua sama, ini de javu.

"Kau siapa?" tanya Nana tiba-tiba, kali ini ia terlihat kesal. Nana tidak mengajukan pertanyaan layaknya reporter seperti setengah tahun yang lalu.
"Apa hubunganmu dengan SORA?" pertanyaan Nana ini seperti membaca pikiranku. Ia mengajukan pertanyaan seperti mengintrogasi penjahat.

“Hei, hei, hentikan itu Nana-chan, itu akan mengganggu ketenangannya.” Ucap Miki.

Bell istirahat pun berbunyi, aku merasa terselamatkan.

"Urusan kita belum selesai, Shigure-kun!" tantang Nana.

"Nande?" Akira Shigure kebingungan.

Jelas sekali, wajah mereka berbeda. Mengapa sekumpulan kenangan itu menghantuiku lagi? Disaat aku sudah merelakan dan mensyukuri semua yang hilang di Musim Semi lalu, kini semuanya kembali.. Entah aku harus bersikap bagaimana, senang atau sedih? Semua kenangan itu tak mudah kulupakan, tetapi kembali dengan mudahnya. Mungkin, aku harus lebih berhati-hati. Sungguh, aku tidak siap untuk jatuh cinta ataupun terluka lagi.

Aku memutuskan untuk tidak mengajaknya berbicara, karena aku yakin mereka memiliki aksen yang sama. Meskipun Sora berasal dari kota Tokyo, aksen Sora, caranya berbicara. Semua terlihat berbeda dari kebanyakan orang kota lainnya. Dan dia, Akira mempunyai itu semua.

Friday, December 2, 2011

THE BEST DAY EVER

Hari ini Ulangan Akhir Semester Ganjil, mata pelajaran hari ini adalah fisika. Aku berusaha menegakkan badanku pagi itu, tetapi rasa malas ini seakan tidak ingin pergi. Dengan mata terkantuk-kantuk aku berusaha mengambil air wudhu, setelah sholat ibu ku masuk kamar dan berkata, "Semuanya akan baik-baik saja nok.".
Entah mengapa kata-kata ibu sangat manjur, aku membalas ibu dengan senyum. Lalu aku ke ruang TV untuk menonton spongebob sebelum mandi seperti biasa. Tiba-tiba kakak dan adikku membawakan kue ulang tahun dan menyanyikan lagu "selamat ulang tahun" padaku. Aku yakin, saat itu aku seperti orang bego. Benar saja, aku melongo, bahkan setelah lagu selesai dinyanyikan. Setelah lagu dinyanyikan, aku bergegas tersenyum. It's not fake, I'm happy. Is it a dream? It really is surprise. I couldn't stop say thank you. 

Ternyata saat kakakku membelikan kue itu tadi malam. 


 Birthday Cake
photographed by Hajar Intan Pertiwi, object: Birthday Cake and edited by Hajar Intan Pertiwi


Pillow Face
 photographed by Syarif Hidayatullah, object and edited by Hajar Intan Pertiwi

 Sweet Happiness, Sweet Seventeenth, Sweet Friday
photographed by Syarif Hidayatullah, object and edited by Hajar Intan Pertiwi


TERIMA KASIH, berkat ALLAH yang memberi kehangatan keluarga ini di Jumat pagi. Aku bisa mengerjakan FISIKA penuh kebahagiaan. THANK YOU MOM, DAD, AND MY BROTHERS.

THIS SWEET SEVENTEEN IS REALLY SWEET :D 

Thursday, December 1, 2011

First Day at December 2011

Ini adalah hari yang komplikasi, banyak kebahagiaan. Namun, kesedihan dan kegalauan pun tak sedikit.
Pagi ini adalah jadwalku bertarung dengan Sejarah dan Penjaskes. Tak begitu susah, juga tak gampang. Beberapa nomor tak dapat kukerjakan, aku pun berusaha mencari jawaban. Itu bukan inti dari postingan kali ini. Tak ada yang janggal, semua berjalan seperti biasa. Mungkin ini efek Awal desember kali ya, ini bulan kelahiranku, tentu saja berbagai macam perasaan muncul. Pulang sekolah aku gencar-gencarnya mencari contoh soal-soal fisika untuk besok, aku memotokopi banyaaak sekali soal yang pada akhirnya tidak sempat kubaca. Oh iya, kemaren ada berita duka dari temanku, ibu dari Abdullah Fikri meninggal, dan siang ini aku dan kawan-kawan berencana melayat sebagai rasa bela sungkawa kami. Aku bahkan tidak sanggup membayangkan kalau hal itu menimpa diriku. Aku terdiam, tetapi yang membuatku tertegun adalah Fikri. Ia tak menangis atau sedih, ia bahkan tertawa bersama teman-temannya. Setelah bersalam-salaman, kami pulang.

Kalau pulang aku akan mengingat besok adalah UAS fisika, dan nanti sore les Pak Thoha. Sudahlah wi, Insya Allah bisa. Sorenya aku les pak Thoha bersama teman-teman yang lain, kami les dari jam 4 sampai jam 8 malam. Tentu saja kami membawa mukena dan pergi ke mushola bersama.
Pulang dari les aku menangis sejadi-jadinya, aku takut, fisika sangat menyeramkan bagiku.

Lalu, kakakku, mas Syarif Hidayatullah datang menenangkanku, ia berkata "Hidup itu 'proses' wi, misalnya kita remidi, ya kita syukurin aja. Kalau teman-temanmu mengatakan hal yang menyinggung perasaanmu, kamu jangan tanggapi secara serius, kamu jawab aja 'sekarang boleh remidi, tapi aku salah satu orang yang akan membangun negara'. Kalimat itu memang keliatan seperti candaan, tetapi bisa menjadi mtivasi kita. Jangan dikit-dikit nangis huhuhu huhuhu, kamu pasti bisa wi. Kamu lebih pinter dari aku." begitu katanya.


Setelah tenang, aku di suruh tidur, padahal itu masih pukul sembilan malam.


 gelisah
photographed by Candra Suci Rachmawati, object and edited by Hajar Intan Pertiwi