Wednesday, December 28, 2011

One Sided Love


"Aaaa I was stalking over him again" gumamku lirih.

"Apaan sih? Pagi-pagi berisik banget." usik Mita.

"Oh I see, you took his picture again, didn't you?" tambahnya.

(aku mengangguk)

"Ayo bilang aja nih ke dia, toh dia kan baik." ucap Mita menyemangatiku.

(aku hanya menggeleng cepat)

"Apa salahnya si nyoba? Toh kalo ditolak, paling nangis." ucap Mita cuek.

(#jleb aku menunduk)

"Aku kaya ngomong sama tembok ya. Ayolaah you have to be strong, just confess to him that you fall inlove with him." paksa Mita.

"It's not that easy." jawabku singkat.

"It's easy, just try it! If he dare to reject you, I will kill him."

"Jangan gitu, aku gak mau pertemanan kita berakhir gitu aja ta." aku hanya menggeleng.

"Terus? Kamu mau selamanya kaya gini?" ucap Mita kesal.

"Ta, ini yang terbaik." ucapku sambil tersenyum.

"Senyum dusta!"

"Udah ah, gak usah dibahas. Lagi pula, dengan melihatnya aku sudah merasa bahagia." ucapku setengah bergumam.

"Eh, itu dia. Panjang umur banget ya." ucap Mita sebal.

"Ayu! Kemana aja sih!" Sahut laki-laki bertubuh jangkung itu ketus.

"Mana tata krama mu." Jawab ku sebal.

"Ini fotokopiannya. Makasih ya Ayumi." aku yakin dia mengucapkan itu sambil tersenyum.

"Jaa ne!" Ucap laki-laki berkulit coklat itu sambil melambaikan tangan dan pergi.

Aku dan dia tidak pernah akur, selalu bertengkar. Namun, cuma dia yang bisa membuatku tertawa, yang bisa membuatku menjadi diri sendiri. Aku menyukainya, tetapi ia telah mempunyai kekasih.

"cih!" jengkel Mita.

Mita anak yang baik, selalu membantuku saat tersesat dalam belenggu kehidupan ini. Dia agak kasar, blak-blakan, dan cuek. Namun demikian, dia tak bisa melihat orang lain kesusahan.

"emh?" gumam ku kebingungan.

"selamanya mau gituu ya ?"

"I don't have another choice."

"ayumi.. Ka..uu..!!"

Mita nampak kesal padaku, tetapi ia lelah dengan sifatku yang keras kepala nan lemah ini. 'maafkan aku Mita, aku juga tak ingin seperti ini' batinku.

Bel pun berbunyi, sepertinya tidak ada tanda-tanda guru masuk kelas. Aku meliriknya, dia adalah Kira Yamada. Lelaki yang sekelas denganku ini rambutnya lurus dipotong pendek, poninya yang berantakan jatuh ke alis. Namun, terlihat rapi. Lelaki yang menurutku memiliki senyum paling indah di dunia setelah ayahku ini pintar bermain biola. Hampir tak ada celah, mungkin ini hanya sudut pandangku saja. Dia pintar dalam semua mata pelajaran, terutama matematika. Aku sering bertanya padanya, hal itu dikarenakan matematika adalah kelemahanku. Entah mengapa dia malah sering pinjam catatanku.

Nilai ulangan akhir semester ganjil dibagikan hari ini, ya Allah aku harus bagaimana? Aku tidak begitu yakin dengan kemampuanku. Aku masuk jurusan IPA, sedangkan nilai eksak ku pas-pasan. Andai aku bisa mengulang waktu, aku ingin masuk jurusan bahasa.

Aku seorang gadis berusia 16 tahun, namaku Ayumi Shigure. Mama Papa ku bernama Chiaki dan Akira Shigure (baca: pertemuan singkat dan Akikaze). Mama ku bercerita, dulu cinta pertama Mama meninggal. Lalu, dalam keadaan depresi yang sangat berat Mama bertemu Akira Shigure, Papa ku. Papa ku tiba-tiba datang sebagai murid baru, tingkah lakunya seperti cerminan cinta pertama Mama. Hati Mama perih, tetapi merasa "Langit Musim Semi" itu hadir lagi dalam kehidupannya. Suatu saat, Papa mengatakan yang sejujurnya, bahwa ia adalah sahabat cinta pertama Mama, awalnya ia cuma ingin menguji Mama. Namun, cinta tumbuh di hatinya, ia pun menyatakan perasaannya dan meminta Mama melihatnya sebagai "Akira" bukan "Sora". Mama menangis galau, dan akhirnya menerima cinta Papa. Selesai kuliah mereka menikah. Dan lahirlah bayi mungil yang tak berdaya. Bayi itu adalah aku.

Aku tidak ingin memiliki cerita cinta seperti Mama yang begitu pedih. Namun, aku ingin mendapatkan lelaki sehebat Papa ku yang bisa membuat senyuman Mama kembali. Walaupun perjuangan Papa berat, ia tetap memperjuangkan Mama.

Ponselku bergetar, ternyata ada pemberitahuan dari twitter. Belakangan ini aku dekat dengan salah satu teman twitter ku, namanya Satoshi, ia sangat baik, dan berpendidikan. Sampai akhirnya kami bertukar nomor ponsel. Sebenarnya ini hanya alih-alihku supaya Kira sadar bahwa aku juga bisa membuatnya cemburu.

Kami, aku dan Satoshi, sangat akrab. Kami beberapa kali berjanji untuk bertemu, tetapi aku selalu mengacaukan semuanya. Aku yang sangat pemalu saat bertemu orang baru pun menjadi salah satu penyebab utama kegagalan "kencan" kita. Mungkin tidak bisa dibilang kencan, soalnya kami belum jadian, walaupun dia menyatakan berkali-kali bahwa dia menyukaiku. Entah mengapa, aku sulit menerimanya, aku pikir ini semua terlalu cepat, bahkan belum ada sebulan kita berteman.


-bersambung-

No comments:

Post a Comment